Subscribe:

Labels

Selasa, 20 September 2011

Wahana Sosialisasi Politik

1.keluarga

Keluarga sebagai wahana utama dan pertama terjadinya sosialisasi pada anak. Karena pertama, anak kali pertama berinteraksi dengan ibunya (dan anggota keluarga lain); kedua pengalaman dini belajar anak (terutama sikap sosial) awal mula diperoleh di dalam rumah dan ketiga, keluarga sesuai peran dan fungsinya diidentikan sebagai tempat pengasuhan yang didalamnya mencakup proses sosialisasi yang sekaligus bertanggung jawab untuk menumbuh-kembangkan anggota keluarganya, dengan tidak boleh mengabaikan faktor nilai, norma dan juga tingkah laku yang diharapkan baik dalam lingkungan keluarga ataupun lingkungan yang lebih luas (masyarakat).

2.sekolah

Sekolah memainkan peran sebagai agen sosialisasi politik melalui kurikulum pengajaran formal, beraneka ragam kegiatan ritual sekolah dan kegiatan-kegiatan guru.
Sekolah melalui kurikulumnya memberikan pandangan-pandangan yang kongkrit tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Ia juga dapat memegang peran penting dalam pembentukan sikap terhadap aturan permainan politik yang tak tertulis. Sekolah pun dapat mempertebal kesetiaan terhadap system politik dan memberikan symbol-simbol umum untuk menunjukkan tanggapan yang ekspresif terhadap system tersebut.
Peranan sekolah dalam mewariskan nilai-nilai politik tidak hanya terjadi melalui kurikulum sekolah. Sosialisasi juga dilakukan sekolah melalui berbagai upacara yang diselenggarakan di kelas maupun di luar kelas dan berbagai kegiatan ekstra yang diselenggarakan oleh OSIS.
3.masyarakat

Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada

4.partai politik

seperti yang kita tahu bersama, Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir dimana anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai dan cita-cita yang sama, tujuan mereka untuk merebut dan memperoleh kekuasaan, yang biasanya dilakukan dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Partai politik juga mempunyai fungsi, di dalam negara demokratis fungsi dari partai politik adalah fungsi sosialisasi politik,komunikasi politik, rekrutmen politik, partisipasi politik, agregasi kepentingan, pengendalian konflik, dan kontrol politik.

5.media masa

Tanpa mengikari fungsi dan maafaat media massa dalam kehidupan masyarakat, disadari adanya sejumlah efek sosial negatif yang ditimbulkan oleh media massa. Karena itu media massa dianggap ikut bertanggung jawab atas terjadinya pergeseran nilai-nilai dan perilaku di tengah masyarakat seperti menurunnya tingkat selera budaya, meningkatnya kejahatan, rusaknya moral dan menurunnya kreativitas yang bermutu.
Efek negatif yang ditimbulkan oleh media massa terutama dalam hal delinkuensi dan kejahatan bersumber dari besarnya kemungkinan atau potensi pada tiap anggota masyarakat untuk meniru apa-apa yang disaksikan ataupun diperoleh dari media massa. Pengenaan (exposure) terhadap isi media massa memungkinkan khalayak untuk mengetahui sesuatu isi media massa, kemudian dipengaruhi oleh isi media tersebut. Bersamaan dengan itu memang terbentang pula harapan agar khalayak meniru hal-hal yang baik dari apa yang ditampilkan media massa.

Objek Material dan Formal Filsafat Ilmu

Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki 2 macam objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah suatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematif dan radikal juga memiliki objek material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang nampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun, objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan rasional tentang segala yang ada.
Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan ilmu karena ilmu hanya terbatas pada persoaalan yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan yang non-empiris. Objek ilmu terkait dengan filsafat pada objek empiris. Di samping itu, secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat karena awalnya filsafat yang melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini secara sistematis, rasional dan logis termasuk yang empiris. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara berkesinambungan. Filsafatlah yang menyediakan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan setelah itu, ilmu berkembang sesuai dengan spesialisasi masing-masing, sehingga ilmulah secara praktis membelah gunung dan merambah hutan. setelah itu, filsafat kembali ke laut lepas untu berspekulasi dan melakukan eksploitasi lebih jauh.
Karena itu, filsafat oleh para filosof disebut sebagai induk ilmu, dari filsafatlah ilmu-ilmu modern dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus buahnya, yaitu teknologi. Awalnya, filsafat terbagi pada teoritis dan praktis. Filsafat teoritis mencakup metafisika, fisika, matematika dan logika, sedangkan filsafat praktis adalah ekonomi, politik, hukum dan etika. Setiap bidang ilmu ini kemudian berkembang dan menspesialisasi, seperti fisika berkembang menjadi biologi, biologi berkembang menjadi anatomi, kedokteran, kedokteran pun terspesialisasi berapa bagian. Perkembangan ini dapat diibaratkan sebuah pohon dengan cabang dan ranting yang semakin lama semakin rindang.
Bahkan dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak hanya dipandang sebagai induk dan sumber ilmu, tetapi sudah merupakan dari ilmu itu sendiri yang mengalami spesialisasi. Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak dapat hanya berada pada laut lepas, tetapi diharuskan juga dapat membimbing ilmu. Di sisi lain, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin jauh dari induknya, tetapi juga mendorong munculnya organisasi dan bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan yang lainnya. Tugas filsafat di antaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan. Dalam konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami.
Ilmu sebagai objek kajian filsafat sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan radikal, menyeluruh dan rasional. Begitu juga sifat pendekatan spekulatif dalam filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu karenanya ilmu dilihat pada posisi yang tidak mutlak, sehingga masih ada ruang untuk berspekulasi demi pengembangan ilmu itu sendiri.
Diantara 2 objek kajian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan diantara obyek material dan formal filsafat ilmu yakni bahwa obyek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang nampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sedangkan obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan.
Menurut sudut pandang saya sebagai seorang sosiolog, antara 2 obyek kajian tersebut yakni obyek material dan obyek formal dari filasafat ilmu, objek material dan formal dalam filsafat ilmu sangat berkaitan erat. Obyek formal digunakan sebagai metode analisis atau cara pendekatan bagi obyek material yang ada. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.