Subscribe:

Labels

Sabtu, 22 Oktober 2011

Dealektika Materialisme Karl Max

Tinjauan Tentang Materialisme Dialektik Karl Marx
Materialisme pada dasarnya merupakan bentuk yang paling radikal dari paham naturalisme. Sebagaimana diketahui, Naturalisme adalah teori yang me-nerima ‘natura’ (alam) sebagai keseluruhan realitas. Istilah ‘natura’ telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti. Dari dunia fisika yang dapat dilihat oleh manusia sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natu-ra adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam (Titus, dkk, 1984: 293).
Menurut Wiiliam R. Dennes, seorang penganut naturalisme, ketika natu-ralisme modern berpendirian bahwa apa yang dinamakan kenyataan pasti ber-sifat kealaman, maka kategori pokok untuk memberikan keterangan mengenai kenyataan adalah kejadian. Kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu merupa-kan satuan-satuan penyusun kenyataan yang ada, dan senantiasa dapat dialami manusia. Satuan-satuan semacam itulah yang merupakan satu-satunya penyusun dasar bagi segenap hal yang ada (Katsoff, 1992: 216-218).

Alam (universe) itu merupakan kesatuan materi yang tidak terbatas; al-am, termasuk di dalamnya segala materi dan energi (gerak atau tenaga) selalu ada dan akan tetap ada, dan alam adalah realitas yang keras, dapat disentuh, material, obyektif dan dapat diketahui oleh manusia. Materialisme modern me-ngatakan bahwa materi ada sebelum ada jiwa (mind) dan dunia material adalah yang pertama, sedangkan pemikiran tentang dunia ini adalah nomor dua. Charles S Seely; 1967 (Listiyono Santoso, 2003: 39).

Dalam arti sempit, materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa be-ntuk benda dapat diterangkan menurut hukum yang mengatur materi dan gerak. Materialisme berpendapat bahwa semua kejadian dan kondisi adalah akibat la-zim dari kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi sebelumnya. Benda-benda organik atau bentuk-bentuk yang lebih tinggi dalam alam hanya merupakan bentuk yang lebih kompleks daripada bentuk anorganik atau bentuk yang lebih rendah. Ben-tuk yang lebih tinggi tidak mengandung materi atau energi baru dan prinsip fisika adalah cukup untuk merenungkan segala yang terjadi atau yang ada. Semua pro-ses alam, baik organik atau anorganik telah dipastikan dan dapat diramalkan jika segala fakta tentang kondisi sebelumnya dan dapat diketahui (Titus, dkk, 1984: 294).

Dengan demikian, materialisme selalu memberikan titik tekan bahwa ma-teri merupakan ukuran segalanya, melalui paradigma materi ini segala kejadian dapat diterangkan. Artinya, segala kejadian sebagai kategori pokok untuk mema-hami kenyataan sesungguhnya dapat dijelaskan melalui kaidah-kaidah hukum fi-sik. Keseluruhan perubahan dan kejadian dapat dijelaskan melalui prinsip-prinsip sains alam semata-mata, karena kenyataan sesungguhnya bersifat materi dan harus dijelaskan dalam ‘frame’ material juga. Sedangkan satu-satunya dunia yang diketahui atau dapat diketahui adalah dunia yang sampai pada kita melalui indra (Listiyono Santoso, 2003: 40).

Sedangkan istilah dialektika-pada dasarnya- bukanlah merupakan termi-nologi baru dalam filsafat. Bila ditelusuri lebih jauh, pengertian ini telah terkan-dung dalam filsafatnya Herakleitos (500 SM) yang mendasarkan filsafat pada ‘pe-rtentangan-pertentangan’, dan pertentangan adalah arti umum dan awal dari di-alektika.

Sokrates kemudian juga menggunakan dialektika sebagai metode untuk memperoleh melalui cara-cara dialog, mempertanyakan dan kemudian memban-tah jawaban yang diperoleh untuk memperoleh kepastian pengetahuan. Istilah dialektika ini kemudian semakin terlembaga pada filsafat Hegel (1770-1831), yang merumuskan dialektika sebagai teori tentang persatuan hal-hal yang ber-tentangan. Dunia menurut Hegel selalu berada dalam proses perkembangan. Proses perkembangan tersebut bersifat dialektik, artinya perubahan-perubahan itu berlangsung dengan melalui tahapan afirmasi atau tesis, pengingkaran atau antitesis dan akhirnya sampai kepada integrasi atau sintesis (Titus, dkk, 1984: 302).

Untuk lebih jelasnya, asal usul kata dialektika ini dijumpai dalam tulisan yakhot (1995: 11), yang artinya:
(Dialektika berasal dari kata yunani ‘dialego’ yang artinya pembalikan, perbantahan. Di dalampengertian lama, dialektika bermakna sebagai seni pencapaian kebenaran melalui cara pertentangan dalam perdebatannya dari satu pertentangan berikutnya. Selanjutnya dialektika dipergunakan untuk suatu metode dalam memahami kenyataan.)

Dalam konteks ini Marx-dan juga Engels-menerima prinsip dialektik tersebut, te-tapi ia juga menolak prinsip ontologism dari dialektikanya Hegel. Kekeliruan He-gel, menurut Marx adalah karena Hegel menyajikan dalam bentuk mistik (Titus, dkk, 1984: 303).

Sebagaimana diketahui Hegel dan kaum idealisme lainnya, mengkanstra-tir suatu pemahaman bahwa alam merupakan hasil ruh (absolut), sehingga diale-ktika yang muncul adalah dialektika idea. Artinya, dialektika-dengan demikian ha-nya terjadi dan dapat diterapkan dalam dunia abstrak, yaitu ide atau pikiran ma-nusia (Listiyono Santoso, 2003: 42).

Prinsip dialektika Hegel dan kaum idealis ini ditolak oleh Marx. Bagi Marx, segala sesuatu yang bersifat rohani merupakan hasil materi, sehingga dialektika yang dia kembangkan adalah dialektika materi. Bahwa dialektika terjadinya di dunia nyata bukan di dunia materi sebagaimana yang dikonstratir Hegel. Karena itulah, filsafat Karl Marx disebut dengan ‘materialisme dialektik’ (K. Bertens, 1979: 80). Proses dialektika adalah suatu contoh yang ada di dalam dunia. Dialektika adalah suatu fakta empiris, manusia mengetahuinya dari penyelidikan tentang alam, dikuatkan oleh pengetahuan lebih lanjut tentang hubungan sebab musabab yang dibawahkan oleh ahli sejarah dan sains (Listiyono Santoso, 2003: 43).

Di lain hal Karl Marx juga mengemukakan:
“metode dialektika saya sendiri bukan saja berbeda dari metode dialek-tika Hegel, tetapi lawan langsung darinya. Bagi Hegel, proses berpikir itu adalah pencipta dari dunia nyata, dan dunia nyata hanya manifestasi lahir dari “ide”. Bagi saya sebaliknya dari itu, yang berupa dalam cita (the ideal) tidak lain dari dunia nyata (material world) yang direfleksikan oleh pikiran manusia dan dipindahkan menjadi buah pikiran”(Firdaus Syam, 2007: 169).

Penjelasan konsep materialisme dialektis Marx ini pada akhirnya mem-bawa pengaruh pada bangunan sistem pengetahuan yang dibentuk pada prinsip tersebut. Segala sesuatu harus dapat dijelaskan dalam kerangka benda sebagai satu-satunya yang nyata. Secara radikal bisa saja Marx berusaha untuk memberi-kan suatu pemahaman bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan ma-nusia terhadap dunia nyata atau kenyataan obyektif, karena kebenaran pengeta-huan hanya ada pada dunia nyata, bukan dalam dunia ide (pikiran) manusia. Bah-kan pada tingkat selanjutnya, materialisme pada akhirnya hanya mempercayai bahwa pengetahuan ilmiah (ilmu) merupakan satu-satunya pengetahuan yang memadai (Listiyono Santoso, 2003: 43).

Karya - Karya Karl Marx
Diantara tulisan-tulisannya Karl Marx adalah Manifesto of The Communist Party (1848) karya Marx bersama Engels, The Eighteenth Brumaire of Louis Bor-naparte serta karya besarnya yakni Das Capital. Selain itu juga ada risalah yang berjudul Economic and Philosophic Manuscripts. Semasa hayatnya, tulisan Marx tidak banyak dibaca orang. Namun tidak lama kemudian gagasan dan seruan mo-ralnya, perbendaharaan kata-katanya, bahkan pendiriannya yang dianggap me-nyimpang, mulai mempengaruhi jalan sejarah dunia. Bagaimanapun juga Marx-isme merupakan buah karya intelektual, lantaran doktrinnya digunakan secara politik dan menghadirkan fenomena intelektual terpenting di zaman kita
(C Wright Mills dalam Imam Muttaqien (terj), 2003: 23).

Economic and Philosophic Manuscript, ditulis Marx tahun 1844, ketika beliau berusia 26 tahun. Dalam tulisannya Marx memiliki kecerdasan untuk me-nemukan bahwa industrialisme benar-benar hadir dan harus disambut sebagai satu-satunya harapan untuk membebaskan manusia dari keburukan nafsu ke-bendaan ketidakpedulian dan penyakit. Dalam manuskrip, Marx mengatakan bahwa kapitalisme manusia di alienasikan dari pekerjaan, barang yang dihasilkan, majikan, rekan sekerja dan diri mereka. Buruh menurut Marx tidak bekerja untuk mengaktualisasikan dirinya serta potensi kreatifnya karena “pekerjaan tidak atas dasar kesukarelaan tetapi atas dasar paksaan.” Williamn Ebenstain dan Edwin Fogelman, hlm. 22 (Firdaus Syam, 2007: 174).

The Manifesto of The Communist Party, atau Manifesto Partai Komunis
dicetak pada bulan Februari, 1845 merupakan karya Karl Marx dan Engels telah mendapat respon yang luar biasa, dan karena karya inilah ia dikenal sebagai to-koh yang menjagad. Di kalangan pengikut Marxisme, ini tidak ubahnya sebagai “kitab” bagi petunjuk hidup dan perjuangan politik. Dalam buku ini dikemukakan mengenai hakikat perjuangan kelas, yang dijelaskan:
“sejarah dari semua masyarakat yang ada sampai saat ini merupakan cerita dari perjuangan kelas. Kebebasan dan perbudakan, bangsawan dan kampungan, tuan dan pelayan, kepala serikat kerja dan yang ditentukan, berada pada posisi yang selalu bertentangan satu sama lainnya, dan berlangsung tanpa terputus”. Karl Marx dan Engels, The Manifesto…,1967, hlm 79, (Firdaus Syam, 2007: 175).

Politik Marx
Masyarakat dan Negara. Negara menurut Marx sebagai alat belaka dari kelas penguasa (berpunya) untuk menindas kelas yang dikuasai (yang tidak ber-punya). Negara dan pemerintahan identik dengan kelas penguasa, artinya deng-an kelas bepunya dalam sejarah berturut dikenal kelas pemilik budak, kelas bang-sawan (tuan tanah), kelas borjuis. Ini berkaitan dengan dialektika bahwa perkem-bangan masyarakat feodalisme kemasyarakatan borjuis atau kapitalisme dan se-lanjutnya menuju masyarakat sosialisme yang perubahan itu merupakan kelan-jutan yang tidak dapat dielakkan. Untuk menuju masyarakat komunis, tidak de-ngan berdiam diri, melainkan harus berjuang bukan menanti dialektika sejarah itu (Firdaus Syam, 2007: 179).
Nasionalisme bagi Marx hanyalah bagian dari suprastruktur ideologi kapi-talis. Namun ia juga berpendapat ada sisi lain dari kapitalisme, yakni turut mem-bantu melenyapkan nasionalisme. Dalam bukunya Communist Manifesto, Marx menulis perbedaan serta pertentangn nasional menurutnya semakin hari sema-kin menghilang.

Hal ini dikarenakan adanya perdagangan bebas, kelompok borju-is, pasar dunia, keseragaman cara produktif serta berbagai kondisi kehidupan ya-ng memiliki keterkaitan erat dengan cara produksi itu. Menurutnya melalui pers-pektif ekonomi, nasionalisme itu akan lenyap sebagai kecurigaan usang dari zam-an industri. Williamn Ebenstain dan Edwin Fogelman, hlm. 21 (Firdaus Syam, 2007: 183).
Agama.

Bagi Marx religion is the opium of people, adalah ungkapannya yang terkenal bagaimana umumnya orang memiliki penilaian terhadap sikap kalangan komunis terhadap keberadaan agama ditengah masyarakat dan Ne-gara. Marx memandang agama tidak menjadikan manusia menjadi dirinya sen-diri, melainkan menjadi sesuatu yang berada diluar dirinya yang menyebabkan manusia dengan agama menjadi makhluk yang terasing dari dirinya sendiri. Agama adalah sumber keterasingan manusia ( Murtadha Mutahhari: 1987).

Agama harus dilenyapkan karena agama sebagai alat kaum borjuis kapi-talis untuk mengeksploitasi kelas pekerja. Agama dijadikan sebagai alat kekua-saan untuk mempertahankan kekuasaannya, selain dijadikan alat agar rakyat ti-dak melakukan perlawanan, pemberontakan, dibiarkan terlena dan patuh atas penguasa, dan semua ini sebagai fungsi eksploitasi agama. Agama adalah produk dari perbedaan kelas, selama perbedaan kelas ada maka agama tetap ada. Marx percaya bahwa agama adalah perangkap yang diapasang kelas penguasa untuk mejerat kelas pekerja, bila perbedaan kelas itu hilang, agama dengan sendirinya akan lenyap( Murtadha Mutahhari: 1987).

ENSIKLOPEDIA

Ensiklopedia adalah sejumlah tulisan yang berisi penjelasan yang menyimpan informasi secara komprehensif dan cepat dipahami serta dimengerti mengenai keseluruhan cabang ilmu pengetahuan atau khusus dalam satu cabang ilmu pengetahuan tertentu yang tersusun dalam bagian artikel-artikel dengan satu topik bahasan pada tiap-tiap artikel yang disusun berdasarkan abjad, kategori atau volume terbitan dan pada umumnya tercetak dalam bentuk rangkaian buku yang tergantung pada jumlah bahan yang disertakan.

ETIMOLOGI
Kata "ensiklopedia" diambil dari bahasa Yunani; enkyklios paideia (ἐγκύκλιος παιδεία) yang berarti sebuah lingkaran atau pengajaran yang lengkap. Maksudnya ensiklopedia itu sebuah pendidikan paripurna yang mencakup semua lingkaran ilmu pengetahuan. Seringkali ensiklopedia dicampurbaurkan dengan kamus dan ensiklopedia-ensiklopedia awal memang berkembang dari kamus. Perbedaan utama antara kamus dan ensiklopedia ialah bahwa sebuah kamus hanya memberikan definisi setiap entri atau lemma dilihat dari sudut pandang linguistik atau hanya memberikan kata-kata sinonim saja, sedangkan sebuah ensiklopedia memberikan penjelasan secara lebih mendalam dari yang kita cari. Sebuah ensiklopedia mencoba menjelaskan setiap artikel sebagai sebuah fenomena. Atau lebih singkat: kamus adalah daftar kata-kata yang dijelaskan dengan kata-kata lainnya sedangkan sebuah ensiklopedia adalah sebuah daftar hal-hal yang kadang kala dilengkapi dengan gambar untuk lebih menjelaskan. Kata Ensiklopedia berasal dari bahasa Yunani, terutama bahasa Yunani kuna. Walaupun begitu, ensiklopedia tertua bukanlah berasal dari Yunani tetapi dari Kekaisaran Romawi yang ditulis oleh Marcus Porcius Cato dan hidup pada abad ke-3 sampai 2 sebelum Masehi. Bentuk ensiklopedia yang masih ada sampai sekarang dan tertua ditulis oleh Caius Plinius Secundus pada abad pertama Masehi. Ensiklopedia Plinius ini terdiri dari 38 jilid.

SEJARAH ENSIKLOPEDIA DUNIA MODERN

Pada era modern kata ensiklopedia secara pertama kali dipakai oleh Paul Scalich, seorang penulis Jerman pada tahun 1559. Lalu filsuf Inggris Francis Bacon pada awal abad ke-17 memakai kata ini pada arti modern. Tetapi makna kata ensiklopedia baru dipakai dalam artinya seperti hari ini setelah Denis Diderot, seorang penulis dan filsuf Perancis juga memakai kata ini untuk memberi nama proyek yang sedang dikerjannya. Proyeknya yang juga dikatakan proyek abad ke-18 ini berlangsung selama 30 tahun, dari tahun 1750 – 1780. Tujuan proyeknya ini untuk menulis secara sistematis semua pengetahuan yang diketahui oleh umat manusia. Dalam bahasa Perancis ensiklopedia Diderot ini disebutnya: Encyclopédie ou Dictionnaire raisonné des sciences, des arts et des métiers. Artinya dalam bahasa Indonesia ialah “Ensiklopedia atau kamus beranotasi tentang ilmu pengetahuan, seni dan pekerjaan.

ENSIKLOPEDIA DI INDONESIA

Era klasik
Ensiklopedia tertua di Indonesia berasal dari pulau Jawa dari budaya Jawa-Hindu dan ditulis dalam bahasa Jawa Kuna. Ensiklopedia ini disebut Cantaka Parwa dan berisi segala macam ilmu pengetahun dan cerita-cerita mitologi dan wiracarita. Kemungkinan besar kitab Cantaka Parwa ini ditulis pada abad ke-9 Masehi. Selain Cantaka Parwa, kitab Canda Kirana yang kurang lebih berasal dari masa yang sama pula pantas disebut pula. Tetapi Canda Kirana sebenarnya lebih menampakkan ciri-ciri khas kamus daripada ensiklopedia. Lalu pada masa pasca-Hindu atau masa Islam Jawa, antara abad ke-16 sampai abad ke-18, muncul karya-karya sastra yang sebenarnya bukan dimaksudkan sebagai ensiklopedia, tetapi bersifat ensiklopedis. Kitab-kitab yang dimaksud ini adalah Serat Centhini dan Serat Cabolang. Kitab-kitab ini berisikan cerita siswa yang mengembara dan belajar di mana-mana. Di setiap tempat di mana ia singgah, di situ ia belajar hal baru. Kitab-kitab ini yang tidak jarang tebalnya berjilid-jilid, pada mulanya memang diperkirakan memang kumpulan karya-karya mengenai segala macam ilmu pengetahuan yang dirangkai menjadi satu. Kemudian pada pertengahan abad ke-19, sang pujangga Surakarta; Ranggawarsita menulis sebuah karya sastra yang disebutnya Pustaka Raja Purwa ("Kitab Raja Kuna"). Kitabnya ini yang sangat digemari oleh khalayak ramai kala itu, memuat segala macam cerita tentang sejarah raja-raja kuna dan lain hal. Cerita-cerita ditulis secara kronologis oleh Rangga Warsita. Bahkan setelah Rangga Warsita tidak melanjutkan kitab ini, kitab ini dilanjutkan oleh para penggemarnya. Kurang lebih bersamaan dengan Ranggawarsita, ditulis pula sebuah karya yang bersifat Ensiklopedis di Surakarta oleh ki Padma Susastra (Wira Pustaka). Kitab ini oleh Padma Susastra dinamainya Bahuwarna. Karyanya ini sudah bersifat modern, karena semua bahan-bahan yang dibahas dan dimuat dalam bukunya disusun menurut abjad. Maka dengan Bahuwarna ini, sudah sampailah kita pada era modern dan menutup era klasik.
Era kontemporer


Ensiklopedia Umum Dalam Bahasa Indonesia karya Adi Negoro, Bulan Bintang, Jakarta, 1954.
Orang-orang Indonesia yang mengecap pendidikan kolonial Belanda, mulai akhir abad ke 19 dan awal ke 20 mulai tertarik dengan ide-ide dan gaya pemikiran Dunia Barat. Lalu muncullah karya-karya yang bersifat ensiklopedia dalam bahasa Indonesia. Tetapi ensiklopedia lengkap dalam bahasa Indonesia baru muncul pada tahun 1953, setelah Indonesia merdeka, yaitu Ensiklopedia Indonesia. Pada era pasca Kemerdekaan Indonesia, terutama dewasa ini ensiklopedia yang terkenal antara lain adalah Ensiklopedia Indonesia yang telah disebut di atas ini. Ensiklopedia ini terdiri dari 7 jilid dan Ensiklopedia Nasional Indonesia yang terdiri dari 18 jilid. Lalu pada dasawarsa terakhir abad ke-20 muncul pula ensiklopedia yang berasaskan agama Islam dan disebut Ensiklopedia Islam Indonesia. Salah seorang penyusun ensiklopedia terakhir ini adalah Nurcholish Madjid. Lalu ada pula ensiklopedia berdasarkan ajaran Katolik berjudul Ensiklopedia Gereja yang disusun oleh Adolf Heuken. Selain itu ada pula beberapa ensiklopedia-ensiklopedia kecil yang tidak terlalu penting dan merupakan terjemahan dari bahasa-bahasa asing. Biasanya ensiklopedia-ensiklopedia ini merupakan ensiklopedia-ensiklopedia remaja atau anak-anak.

ENSIKLOPEDIA MASA MENDATANG
Dengan munculnya revolusi informasi digital, maka muncullah pula ensiklopedia dalam bentuk perangkat lunak di mana setiap entri atau lemma bisa dicari dengan mudah. Sebuah contoh ialah Encarta, ensiklopedia keluaran Microsoft. Pada tahun 2001 muncul sebuah ensiklopedia populer di internet yaitu Wikipedia. Wikipedia berusaha menulis sebuah ensiklopedia yang terlengkap dalam semua bahasa di dunia dan menyajikannya secara bebas di dunia maya. Ensiklopedia online ini tersaji dalam banyak bahasa, antara lain bahasa Indonesia.

Kamis, 13 Oktober 2011

POST MODERN

6. Penolakan atas subjek dan sebjektivitas, post modern sering tidak memiliki teori agensi.
Disamping Foultcault tidak menawarkan kerangka kerja normatif dan teori agensi.Foucault juga gagal menawarkan beberapa ide tentang bagaimana masyarakat menangani masalah yang dijelaskan dan membebaskan diri mereka dari masyarakat opresif yang di menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan dan menganalisisnya. Sebaliknya Marx tidak hanya menjelaskan kejahatan kapitalisme tetapi juga menawarkan suatu pemikiran bagaimana kejahatan kapitalis itu dapat dirobohkan. Ketidaksetiaan ide-ide semacam itu, Foulcault seringkali dianggap seseorang yang menawarkan perspektif “ kerangka besi “ pada dunia modern,tak ubahnya seperti yang ditawarkan Weber.
Ketidakpunyaan teori agensi ini lebih serius dalam contoh kajian Frederich Jameson. Bagaimanapun, Jameson tidak bisa dipisahkan dengan orientasi Marxian, dan orientasi semacam itu nampaknya akan memerlukan sebuah teori seperti itu. Kenyataannya, disamping tidak pernah mengidentifikasi subjek praksis revolusioner.

7. Teoritisi sosial post modern sangat baik sekali mengkritisi masyarakat, tetapi mereka tidak memiliki sama sekali visi apa yang semestinya dilakukan masyarakat.
Post modernis secara umum tidak memiliki sama sekali visi masa depan, versi yang lunak dari versi ini adalahteori sosial post modern tidak memiliki visi seperti itu, tapi argumen yang lebih ekstrem adalah karena ketiadaan visi semacam itu teori sosial post modern merongrong program dan tujuan-tujuan politik yang ada. Sebagai contoh setidaknya satu sisi, ketiadaan kerangka kerja normatif dan teori agensinya Foulcault sering dituduh nihilistik dan juga gagal menawarkan etika afirmatif atau visi positif masyarakat yang akan datang.
Baulrillard setidaknya secara implisit, memiliki sebuah misi masyarakat alternatif ( masyarakat yang di karakterisasi dengan pertukaran simbolis ).dan walaupun biasanya menawarkan pandangan yang sangat menyedihkan, dia juga menawarkan beberapa harapan yang samar-samar. Meskipun demikian banyak kritisme disejajarkan menurut kemungkinan-kemungkinan yang penuh harapan tersebut diantara kajian Baudrillad.

8. Teori sosial post modern pesimisme yang sangat kelam.
Secara umum teori sosial post modern cenderung menjadi pesimistik menatap masa depan, meskipun ada tanda-tanda penuh harapan di sana-sini. Pesimisme ini, dengan sukarela menerima omongan atas persaingan posisi, menyebabkan para post modernis tidak memiliki keyakinan yang kuat sedikitpun. Oleh karena itu, O’neil menguraikan bahwa post modernis memiliki kehendak untuk sukarela. Dibalik itu ada satu pemahaman bahwa semua orang bisa saja menghancurkan.

9. Beberapa teoritisi sosial post modern memiliki kecenderungan yang mengganggu untuk melakukan proses materialisasi setidak-tidaknya beberapa fenomena sosial.
Baudrillard cenderug melakukan proses materialisasi beberapa fenomena sosial, terutama sekali kode cenderung menantang kehidupan yang menyebabkan manusia melakukan hal tertentu dan tidak melakukan hal lain. Contoh, kode menggiring masyarakat untuk menciptakan serangkaian pilihan dalam bidang konsumsi yang membedakan mereka dari orang lain. Jelasnya tidak ada kode yang dimaterialisasikan, bahkan Baulrillard gagal menawarkan kepada kita cara pandang ketika kode dikaitkan kepada pemikiran dan aksi kita sehari-hari.

10. Adanya diskontinuitas besar yang terdapat pada kajian teoritisi sosial post modern, dan ini menyebabkan persoalan-persoalan yang tidak terselesaikan dan ambigu.
Ada diskontinuitas pada kajian Foulcault, terutama pada kajian awalnya yang lebih institusional dan kajiannya yang cenderung memiliki batas yang cukup tipis. Persoalan sentral namun tidak terpecahkan adalah hubungan antara institusi level makro yang merupakan titik perhatian Foulcault pada awal kajiannya dan sangat berjangkauan tentang mikro diri pada kajian yang belakangan.

11. Disamping teori sosial post modern bergulat dengan hal-hal yang mereka anggap persoalan-persoalan sosial utama, namun mereka akhirnya cenderung melupakan persoalan kunci saat ini.
Teori Sosial modern seringkali dianggap menutup mata terhadap peristiwa sosial, politik, ekonomi,dsb. Walaupun perhatian kekinian pada penindasan, Foulcault gagal mengaitkan pentingnya bentuk penaklukan kontemporer seperti penindasan kelas dan gender. Jadi Foucaulthampir menutup mata untuk menekan persoalan kita masa kini. Lebih jauh bahkan dia sama sekali tidak menjelaskan dengan rinci tentang penindasan yang dihadapi kaum gay dan lesbian. Meskipun pada kajian yang belakangan mengindikasikan perhatian pada penindasan.

12. Ketika teoritisi sosial post modern berusaha menyatukan perspektif lain, perspektif yang lebih tradisional, mereka sering kali gagal memuaskan pendukungnyadalam berbagai kemampuan teoritis.
Kekuatan besar kajian Jameson adalah upayanya untuk mensintensiskan teori Marxian dan post modernisme. Secara umu terhadap kritik-kritik post modern dia berusaha mempertahankan perspektif yang terpusat pada dunia post modern yang desentralisasi. Menggunakan sudut pandang Marxis, Best, dan Kellner yang berusaha mempersatukan posisi. Jameson tidak sependapat dengan gugatan-gugatan post modernis atas posisinya dan menjawab kritisme kultur atas teks harus ditambahkan dengan analisis ekonomi dan pasar. Kenyataannya bahwa marxismaupun Jameson menjelaskan bahwa ekonomi adalah konsekuensi akhir, tonggak akhir, dalam bentuk analisis literal dan kultural.
13. Disamping beberapa bentuk kajian mereka tidak dapat dibedakan dengan bentuk kajian modernitas, dalam kasus yang lain bentuk kajian mereka menimbulkan persoalan bagi teoritisi sosial post modern.
Bentuk kajian Baudrillard, terutama kajian akhirnya, merupakan sumber frustasi yang sangat besar dibandingkan dengan kritik. Meskipun kebanyakan buku-buku awalnya merupakan kajian akademik konvensional yang sedikit banyakya mengikuti format standart, namun banyak kajian-kajian setelah itu sangat mirip dengan bentuk post modern. Masih dalam persoalan yang sama, terutama pada teks terakhir, Baudrillard sangat menyukai hiperbol, kajiannya sering kali tidak memiliki analisis yang sistematis yang berkelanjutan.

14. Disamping seseorang bisa menjumpai para pengikut diantara mereka, para feminis sering kali mengkritisi teori sosial post modern.
Feminis telah mengkritisi penolakan post modern atas subjek, akan opsisi post modernisme terhadap yang unversal, kategori lintas budaya, terhadap perbedaan yang berlebihan, penolakannya terhadap kebenaran dan terhadap ketidakmampuannya mengembangkan agenda politis yang kritis.
Tak pelak secara umum kita bisa merunut satu demi satu kritisme post modernisme lain, tanpa mengesampingkankritisme yang sangat spesifik dari setiap teoritisi post medorn. Hal diatas memberikan pembaca pemahaman yang baik akan kritisme. Disamping keabsahan setiap teori, pembaca didorong memahami istilah teoritisi tertentu dan ide mereka dari pada generalitas secara keseluruhan

Selasa, 11 Oktober 2011

KEHIDUPAN KHAS PERKOTAAN

KEHIDUPAN KHAS KOTA

Kehidupan Khas Kota

Kota merupakan pusat kehidupan manusia, pusat berbagai aktivitas manusia seperti pemerintahan, ekonomi, politik,dsb. Berbagai akses kehidupan disediakan demi memenuhi kebutuhan hidup manusia yang besar. Kebijakan pembangunan dan pengembangan secara bertahap terus dilakukan demi kualitas hidup kota. Pembangunan dilakukan dengan konsep melebar demi pemerataan penduduk kota. Kota membentuk suatu komunitas dengan jumlah penduduk yang besar serta kehidupan khas yang menjadi ciri khas sebuah perkotaan.
Kehidupan khas perkotaan ditandai dengan pemusatan pembangunan baik secara fisik maupun non fisik. Secara fisik dapat dilihat dengan dibangunannya berbagai sarana dan prasarana demi peningkatan taraf kehidupan manusia seperti perumahan-perumahan mewah, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan ( mall ), apartemen, bioskop, tempat wisata, hotel, perkantoran dsb. Berbagai akses kemudahan senantiasa dikembangkan dengan satu harapan bahwa kehidupan masyarakat akan semakin membaik. Misalnya di ibukota Jakarta, berbagai fasilitas hidup yang serba mewah dibangun seperti apartemen, hotel berbintang, serta beberapa fasilitas lain demi mewujudkan sebuah trend kehidupan khas sebuah kota besar, meskipun akan banyak dampak negatif yang akan terjadi bagi kelangsungan kehidupan manusia.
Di sektor informal mulai lunturnya nilai-nilai gotong-royong, munculnya gaya hidup baru yang lebih individualistis, munculnya gaya hidup konsumtif dan sesuatu yang serba praktis, yang menjadi salah satu hal yang membedakan kehidupan kota dengan kehidupan diluar perkotaan yakni di daerah pedesaan atau pinggiran. Namun pertanyaan besar yang muncul setelah berbagai kebijakan pembangunan fisik dan non fisik dilakukan, apakah akan menjamin kesejahteraan masyarakat perkotaan.


Kota sebagai Pusat Masalah Sosial

Dewasa ini kota tidak lagi dipandang sebagai pusat kemajuan, melainkan pusat berbagai masalah sosial, seperti : penyakit, kemiskinan, kemacetan, kejahatan dan kesemrawutan. Berbagai pembangunan baik fisik maupun non fisik sebagaimana yang telah dijelaskan diatas membawa dampak negatif bagi perkembangan sebuah kota. Kurangnya kontrol sosial dan koordinasi dari pemerintah dan masyarakat, mengakibatkan masalah sosial muncul. Kehidupan perkotaan yang diharapkan akan menciptakan kesejahteraan bagi warganya, kenyataannya justru menjadi lumbung munculnya problema masyarakat.
Kehidupan khas perkotaan diwarnai fenomena-fenomena sosial seperti kemacetan di kota-kota besar. Jakarta misalnya, sebagai pusat pemerintahan dan kiblat kehidupan tanah air, dapat kita jumpai disetiap sudut kota, kemacetan hampir terjadi setiap saat. Selain itu munculnya pemukiman - pemukiman kumuh akibat ledakan jumlah penduduk dan semakin banyaknya penduduk yang melakukan urbanisasi dengan berbagai alasan hidup seperti mencari kehidupan yang layak di kota-kota besar seperti Jakarta.
Fenomena sosial khas di perkotaan lainnya misalnya problem tentang lingkungan hidup di perkotaan. Berubahnya secara drastis iklim di muka bumi mengakibatkan beberapa kota di Indonesia mengalami kekeringan pada musim kemarau, seperti yang dapat kita lihat akhir-akhir ini di pulau jawa bagian timur. Berbanding terbalik, di Jakarta kota metropolitan, banjir sering terjadi bila hujan deras turun. Hal ini terjadi karena beberapa wilayah resapan air yang ada, justru digunakan sebagai wilayah pengembangan pemukiman penduduk. Berbagai sarana penunjang hidup masyarakat dibangun guna meningkatkan taraf hidup dan akses kehidupan seperti apartemen mewah lengkap dengan berbagai fasilitas hidup, namun pada akhirnya justru mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan.

Kesimpulan

Perkotaan merupakan pusat berbagai masalah sosial masyarakat dewasa ini. Pengembangan dan pembangunan perkotaan baik yang bersifat material dan non material yang tidak disertai dengan koordinasi atau kontrol sosial dari pemerintah dan masyarakat, membawa dampak sosial yang besar bagi masyarakat perkotaan. Kemiskinan, kejahatan, kemacetan, problema lingkungan hidup, kesemrawutan serta gejala sosial lain yang berkaitan menjadi sesuatu yang khas terjadi dalam kehidupan masyarakat perkotaan.






















DAFTAR PUSTAKA

Daldjoeni, N, 1998. Geografi Kota dan Desa. Bandung : Penerbit ALUMNI

Rukmana D W, Nana, Manajemen Pembangunan Prasarana Perkotaan. Jakarta : PT. Pustaka LP3ES