Subscribe:

Labels

Senin, 11 Juni 2012

Manusia dan Alam



P
ada bab ini, kita akan melihat bahwa apa yang disodorkan oleh biosentrisme dan ekosentrisme sejak awal sudah dipraktifkan oleh masyarakat adat atau masyarakat tradisional. Cara pandang mengenai manusia sebagai bagian integral dari alam, serta perilaku penuh tanggung jawab, penuh sikap hormat dan peduli terhadap kelangsungan semua kehidupan di alam semesta, telah menjadi cara pandang masyarakat dunia.Etika lingkungan sesungguhnya menyadarkan kita untuk tidak terperangkap dan terbuai oleh cara pandang antroposentris dan Cartesian untuk kembali menghayati cara pandang ilmu pengetahuan dan kearifan masyarakat adat. Atas dasar itu kita perlu meninjau sekilas kearifan atau pengetahun masyarakat adat diberbagai belahan dunia. Tinjauan dipusatkan pada 3 hal. Pertama, cara pandang masyarakat tentang dirinya, alam dan hubungan antara manusia dengan alam. Kedua, kekhasan pengetahuan tradisional yang dimiliki masyarakat adat terhadap alam. Ketiga, hak – hak masyarakat adat yang perlu dilindungi, karena dengan melindungi hak –hak mereka tidak saja eksistensi masyarakat adat dilindungi, tetapi juga etika mereka serta alam yang menjadi sasaran utama.

Kembali ke alam : Belajar dari etika masyarakat adat
            Pada bab ini kita akan melihat bahwa apa yang disodorkan oleh biosentrisme dan ekosentrisme itu sesungguhnya suddah sejak awal mula dipraktekkan oleh masyarakat-masyarakat adat dan masyarakat-masyarakat tradisional si berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Cara pandang mengenai penuh tanggung jawab, penuh sikap hormat dan peduli terhadap kelangsungan semua kehidupan di alam semesta , telah menjadi cara pandang dan perilaku berbagai masyarakat adat di seluruh dunia.
            Dalam konteks ilmu pengetahuan dan teknologi modern, ketika bisentrisme dan ekosentrisme , khususnya Deep Ecology mendorong kita untuk meninggalkan cara pandang yang antroposentrisme. Dan ketika cara pandang kita meninggalkan cara pandang Cartesian, kita diajak untuk kembali ke etika masyarakat adat,.
            Atas dasar itu, kita perlu meninjau sekilas kearifan lokal masyarakat di berbagai belahan dunia tentang manusia, alam, dan hubungan ,manusia dengan alam. Tinjauan akan dipusatkan pada tiga hal. Pertama cara pandang manusia dan alam. Kedua, kekhasan pengetahuan tradisional yang dimiliki masyarakat adat, sekaligus menentukan pola hidup dan perilaku masyarakat adat yang perlu dilindungi, karena dengan melindungi hak-hak merea, tidak saja eksistensi masyarakat adat dilindungi, tetapi juga etika mereka serta alam yang menjadi sasaran utama etika tersebut terlindungi.

1.      Manusia dan Alam
Menurut definisi yang diberikan oleh UN Economic and Social Council, masyarakat adat atau tradisional adalah suku-suku dan bangsa yang karena mempunyai kelanjutan historis dengan masyarakat sebelum masuknya penjajah di wilayahnya yang menganggap dirinya berbeda dari kelompok lain yang hidup di wilayah mereka.
Ada beberapa ciri yang membedakan masyarakat adat dari kelompok masyrakat lain. Pertama, mereka mendiami tanah-tanah milik nenek moyangnya, baik seluruhnya atau sebagian. Kedua, mereka mempunyai garis keturunan yang sama, yang berasal dari daerah tersebut. Ketiga, mereka mempunyai budaya khas, yang mempunyai agama., sistem suku, pakaian, tarian, cara hidup, peralatan hidup sehari-hari, termasuk mencari nafkah. Keempat, mereka mempunyai bahasa sendiri. Kelima, biasanya mereka hidup terpisah dari kelompok masarakat lain dan menolak atau bersikap hati-hati terhadap hal-hal baru yang berasal dari luar komunitasnya.
Hal yang paling fundamental dari perspektif  etika lingkungan adalah kesamaan pemahaman dari semua masyarakt seluruh dunia yang memandang dirinya, alam, dan relasi diantara keduanya dalam perspektif religius,perspektif spiritual.
Kesimpulan smentara yang dapat ditarik , yang dapat disebut dengan komunitas oleh masyarakat adat adalah komunitas ekologis, bukan hany komunitas sosial manusia. Sebagaimana dipahami masyarakat Barat atas pengaruh Aristoteles. Masyarakat adat memandang dirinya sebagai bagian integral dari komunitas ekologis, komunitas alam.  Oleh karena itu bisa dipahami bahwa cara berpikir, berpeerilaku, dan seluruh ekspresi serta penghayatan budaya masyarakat adat sanagt diwarnai dan dipengaruhi oleh relasi dengan alam sebagai bagian dari hidup dan eksistensi dirinya.
Yang dikenal sebagai etika dan moralitas adalah etika dan moralitas yang berlaku untuk seluruh komunitas ekologis. Artinya, perilaku moral bukan hanay berlaku untuk relasi dengan alam, dengan makhluk hidup lain. Sikap dan perilakunya terhadap alam yang berarti baik buruk perilau mereka terhadap alam, sangat menetukan nasib hidupnya sebagi manusia.
2.      Kearifan Tradisional
Yang dimaksudkan kerifan tradisional disini adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman suatu wawsan serta adat istiadat atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam  komunitas ekologis. Jadi kearifan tradisional ini bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat adat tentang manusia. Melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana relasi di antara semua penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun.
Ini menunjukkan bahwa pertama, kearifan tradisional adalah milik komunitas. Kedua, kearifan tradisional yang juga berarti pengethuan tradisional lebih bersifat praktis atau “pengetahuan bagaimana”. Ketiga, kearifan tradisional bersifat holistik,karena menyangkut pengetahuan dan pemahaman tentang seuruh kehidupan dengan segala relasinya di alam semesta.  Keempat, berdasarka kearifan tradisional dengan ciri seperti itu, masyarakat adat juga memahami semua aktivitas nya sebagai aktivis moral. Kelima, berbeda dengan ilmu pengetahuan Barat yang mengklaim dirinya sebagai universal, kearifan tradisional bersifat lokal, karena terkait dengan tempat yang partikular dan konkret. Kearifan dan pengetahuan tradisional selalu menyangkut pribadi seseorang yang partikular (komunitas masyarakat adat itu sendiri), alam, dan relasinya denngan alam itu.
Mengapa kearifan tradisional yang dikenal di seluruh dunia mengalami erosi, kalau bukan punah? Ada beberapa pertanyaan disini. Pertama, terjadi proses desakralisasi alam oleh invasi dan dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi  modern. Kedua, alam tidak bernilai sakral, tapi memiliki nilai keekonomisan yang tinggi. Ketiga, dominasi filsafat dan etika Barat yang bersumber dari Aristoteles dan diperkuat oleh paradigma ilmu pengetahuan yang Cartesian telah menguburkan dalam-dalam etika masyarakat adat.
Keempat, hilangnya keanekaragaman hayati. Kelima, hilangnya hak-hak masyarakat adat, termasuk hak untuk hidup dan bertahan sesuai dengan identitas dan keunikan tradisi budayanya.
3.      Hak-hak masyarakat adat.
Salah satu ironi dari perkembangan peradaban manusia adalah pembangunan dan modernisasi dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia termasuk masyarakat adat, tetapi justru  lebih sering masyarakat adat menjadi korban dari pembangunan dan modernisasi tersebut. Lebih ironis lagin, masyarakat adat bahkan menjadi korban dari proyek konservasi dan perlindungan lingkungan serta, peneitia ilmiah dan komersial.
Ini terjadi karena. Pertama, ideologi developmentelisme tidak memasykkan lingkungan hidup dan pelestarian kekayaan sosial budaya sebagai bagian integral dari seluruh  program pembangunan. Kedua, arogansi dan kesalahan persepsi masyarakat modern yang menganggap masyarakat adat sebagai perusak lingkungan hidup yang harus disingkirkan atau direlokasi demi menyelamatkan lingkungan. Ketiga, alam hanya dilihat dari segi nilai sosial, budaya, spiritual, dan moral yang terkait dengan kehidupan masyarakat adat disekitarnya. Keemat, modernisasi dan kemajuan peradaban dilihat dan diukur terutama berdasarkan kualitas fisik-ekonomis.
Untuk melindungi keberadaan masyarakat adat beserta seluruh kekayaan tradisi budayanya, termasuk keaarifan tradisionalnya dan dalam rangka itu melindungi keanekaragaman hayati-beberapa hak masyarakat adat berikut ini perlu diakui, dijamin, dan dilindungi. Pertama, hak untuk menetukan diri sendiri. Kedua, hak atas teritori dan tanah. Ini penting karena teritori dan tanah terkait secara langsung dengan eksistensi mereka. . Ketiga, hak atas kolektif. Masyarakata adat menekankan tanggung jawab komunal atas nasib hidup sesamanya dalam kelompok budayanya.  Keempat, hak atas budaya. Budaya dalam masyarakata dat mencakup segala-galanya, termasuk pengetahuan dan kearifan tradisional, dan sebagainya. Kelima, masyarakat adat mempunyai hak untuk menganut sistem kepercayaan serta nilai-nilai religius dan  moral mereka sendiri, tidak boleh dilanggar. Keenam, hak untuk tidak dierlakukan secara diskriminatif. Dengan ini masyarakat adat mempunyai posisi hukum yang sama dan sederajat dengan masyarakat dan manusia lain. Ketujuh, masyarakat adat mempunyai hak untuk berpartisipasi secara penuh dalam proses politik dan  menyangkut kepentingan bersama semua kelompok masyarakat.kedelapan, hakuntuk memperoleh ganti rugi atas setiap kegiatan yang menimbulkan dampak merugikan bagi lingkungan hidupmn dan nilai-nilai sosial, budaya, spiritual dan moral masyarakat adat.
Secara khusus, masyarakat etnobiologi Internasional telah menetapkan prinsip-prinsip ‘Kemitraan Setara’ dalam rangka kegiatan penelitian mereka yang melibatkan masyarakat adat. Beebrapa prinsip tersebut adalah pertama, prinsip penentuan nasib sendiri. Kedua, pengakuan atas hak-hak masyarakat adat tidak bisa dirampas dan diambil. Ketiga, prinsip dampak minimum, dalam pengertian pengakuan atas kewajiban ilmuwan dan peneliti untuk menjamin bahwa kegiatan penelitian dan kegiatan lain dilakukan tidak berdampak serius bagi masyarakat adat. Keempat, prinsip keterbukaan, yaitu jaminan bahwa setiap peneliti harus memberi tahu masyarakat adat tentang bagaimana kegiatan penelitiannya dilakukan, bagaimana informasi dikumpulkan, dan tujuan akhir dari pengumpulan informasi itu dan untuk kepentingan siapa. Kelima, prinsip persetujuan awal, dalama pengertian sebelum melakukan kegiatan penelitian peneliti harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan, atau sebaliknya penolakan dari masyarakat adat bahwa mereka tidak berkeberatan dia melakukan penelitian di daerahnya itu. Keenam, prinsip konfidensialitas, yaitu komitemn peneliti untuk tidak membocorkan rahasia tertentu yang diperolehnya dari masyarakat adat selama penelitian, kalau masyarakat adat mengehendaki utnuk dirahasiakan. Ketujuh, prinsip partisipasi aktif . Kedelapan, prinsip sikap hormat. Kesembilan, prinsip perlindungan aktif. Kesepuluh, prinsip kompensasi dan restitusi, yang menuntut agar peneliti perlu memberikan ganti rugi yang memadai terhadap setiap kerugian yang dialami masyarakat asli karena kegiatan penelitiannya memulihkan kerugian tersebut. Kesebelas, prinsip pembagian yang adil, yang menuntut aga setiap keuntungan yang diperoleh dari kegiatan penelitian tersebut baik melalui publikasi atau bentuk-bentuk lainnya harus dinikmati pula secar adil oleh masyarakat asli.
Oleh karena itu, persoalan perlindungan terhadap etika masyarakat adat tidak bisa dilepaskan dari persoalan kolonialisasi dan imperialisme dunia kehidupan masyarakat baarat atas masyarakat negara-negara sedang berkembang. Kolonialisme memang sudah berakhir, akan tetapi kolonialisme dalam bidang kehidupan khususnya dunia ilmu pengetahuan dan teknologi serta ekonomi, masih berlangsung secara tidak bermoral.

1 komentar:

susuultra019 mengatakan...

Main judi bola dengan presentase kemenangan tertinggi

Secara khusus, masyarakat etnobiologi Internasional telah menetapkan prinsip-prinsip ‘Kemitraan Setara’ dalam rangka kegiatan penelitian mereka yang melibatkan masyarakat

Posting Komentar